Welcome to Psycho Zone :)

Minggu, 13 Mei 2012

Metode Pembelajaran Blended Learning

Blended learning adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis. Pembelajaran berbasis blended learning dimulai sejak ditemukan komputer, walaupun sebelum itu juga sudah terjadi adanya kombinasi (blended). Blended Learning dibutuhkan pada saat situasi yang ada menuntut diadakannya kombinasi atau mencampurkan berbagai metode media, dan teknik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya ketika pembelajaran jarak jauh tidak begitu dibutuhkan maka dibutuhkan pembelajaran tatap muka. Proses pembelajaran blended learning dibutuhkan pada pembelajar yang membutuhkan penambahan dan pengkombinasian dalam pembelajaran.Peran pengajar dalam pembelajaran berbasis blended learning juga sangat penting dalam mengelola pembelajaran, yang pasti pengajar harus melek informasi.

Kelebihannya :
  • Pembelajaran berbasis blended learning merupakan pilihan terbaik untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan daya tarik yang lebih besar dalam berinteraksi antar manusia dalam lingkungan belajar yang beragam. 
  • Belajar blended menawarkan kesempatan belajar untuk menjadi baik secara bersama-sama dan terpisah, demikian pula pada waktu yang sama maupun berbeda. 
  • Sebuah komunitas belajar dapat dilakukan oleh pelajar dan pengajar yang dapat berinteraksi setiap saat dan di mana saja karena memanfaatkan yang diperoleh komputer maupun perangkat lain (iPhone) sebagai fasilitasi belajar. 
  • Blended learning memberikan fasilitasi belajar yang sangat sensitif terhadap segala perbedaan karakteristik pskiologis maupun lingkungan belajar. 
  • Proses belajar mengajar tidak hanya tatap muka, namun menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya. 
  • Mempermudah dan mempercepat proses komunikasi non-stop antara pengajar dan siswa.
  • Siswa dan pengajar dapat diposisikan sebagai pihak yang belajar. 
  • Membantu proses percepatan pengajaran. 
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet.
Kekurangannya :
  • Kurangya kemampuan/skill yang dimiliki pelajar dalam hal teknologi.
  • Tidak meratanya fasilitas yang dimiliki pelajar, seperti komputer dan akses internet.
  • Mengurangi komunikatif siswa untuk berbicara secara langsung.
  • Siswa bisa jadi tidak maksimal mengikuti pelajaran.

Sumber:
http://rizcafitria.wordpress.com/2011/04/30/blended-learning/
http://www.muhammadnoer.com/2010/07/blended-learning-mengubah-cara-kita-belajar-di-masa-depan/
http://id.wikibooks.org/wiki/Pembelajaran_Berbasis_Blended_Learning
http://tepenr06.wordpress.com/2012/05/08/about-blended-learning/
http://www.google.co.id/urlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&ved=0CIABEBYwBw&url=http%3A%2F%2Fwww.muhammadnoer.com%2F2010%2F07%2Fblended-learning-mengubah-cara-kita-belajar-di-masa-depan%2F&ei=acmtT7H9LsWxrAeYzrT2Aw&usg=AFQjCNE_e62wMVlik8iy40sB1LPvRhRvLw&sig2=StnP82PQnfs4yFTqo0rgpw

Testimoni Blended Learning

Aku mau kasih sedikit pendapat nih tentang Blended Learning. Kalau ada yang belum tau blended learning itu apa, nanti di postingan selanjutnya kita bahas yaa. Kalau yang ini khusus testimoni aku aja dulu.
Checkitdot... :p

Kemarin untuk pertama kalinya saya menggunakan metode belajar yang disebut dengan Blended Learning. Awalnya bingung karena gak tau dan jujur aja saya baru pertama kali dengar metode belajar itu. Trus saya coba-coba browsing di internet katanya metode belajar melalui media online gitu lah. Nah, setelah saya coba ternyata gak sesulit yang saya pikirkan dan lebih asyik lagi. Saya termasuk orang yang susah mengemukakan pendapat secara langsung jadi kalo belajarnya melelui chat gitu kan saya bisa lebih bebas ngeluarin pendapat. Banyak sih kendala yang kami hadapi waktu belajar menggunakan metode ini. Misalnya aja saya tidak bawa laptop karena berhubungan laptop saya lagi rusak, sibuk deh jadinya pinjam laptop kawan sana sini, untung aja ada yang berbaik hati mau kasih pinjam :)
Selain itu masih ada lagi kendalanya yaitu koneksi internet yang lelet jadi sering sekali membuat saya tiba-tiba keluar meninggalkan room chat, terpaksa minta invite lagi deh kalo udah keluar tiba-tiba -_-
Metode belajar ini juga efektif dan efisien ya menurut saya, selain itu kita juga bisa dapat referensi sumber belajar yang banyak dan tidak hanya berpatokan kepada buku pegangan saja. Kita bisa browsing bahan-bahan pelajaran yang kita butuhkan sepuasnya.
Dampak negatifnya pun ada yaitu siswa bisa jadi malas dan tidak serius karena tidak dipantau secara langsung, akibatnya ada siswa yang tidak maksimal mengikuti pelajaran.

Itu aja sih testimoni saya tentang metode belajar Blended Learning, what about you?? :D

Tugas Psi. Pendidikan : Tuna Ganda




SLB G ( Anak Tunaganda )
SLB G adalah sekolah yang khusus untuk mendidik anak yang Tunaganda. Departemen Pendidikan Amerika Serikat memberikan pengertian anak-anak yang tergolong tunaganda adalah anak-anak yang karena mempunyai masalah-masalah jasmani, mental atau emosional yang sangat berat atau kombinasi dari beberapa masalah tersebut, sehingga agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal memerlukan pelayanan pendidikan sosial, psikologi dan medis yang melebihi pelayanan program pendidikan luar biasa secara umum, (Heward dan Orlansky,1988, p:370). Istilah lain yang digunakan untuk menyebut anak tunaganda :
- Anak tunamajemuk
- Anak cacat ganda
- Anak cacat majemuk
- Multiple handicaps
- Multiple disabilities
Sementara itu, beberapa ahli pendidikan luar biasa menggunakan pendekatan perkembangan anak untuk memberikan pengertian tentang anak tunaganda. Seorang individu yang berusia 21 tahun tetapi tingkat perkembangan fungsi-fungsinya hanya setengah atau kurang dari tingkat perkembangan yang seharusnya dicapai berdasarkan usia kronologis, dianggap sebagai anak yang mengalami tunaganda. Walaupun, ada kelompok lain yang beranggapan bahwa pendekatan perkembangan tersebut kurang relevan terhadap populasi ini. Sebagai penggantinya, mereka memberikan penekanan bahwa seorang anak yang tergolong tunaganda adalah anak yang memerlukan latihan dalam hal keterampilan-keterampilan dasar, misalnya dalam bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa bantuan, dalam berkomunikasi dengan orang lain, dalam mengontrol fungsi-fungsi perut dan kandungan kemih dan makan sendiri (Sontag, Smith dan Sailor seperti di kutip oleh Heward dan Orlansky,1988). Sebagian besar anak-anak reguler biasanya dapat melakukan keterampilan-keterampilan dasar pada usia 5 tahun, sementara itu anak-anak tunaganda perlu latihan-latihan khusus untuk dapat melakukannya. Mereka ini tidak dapat diberikan pengajaran akademik seperti halnya anak-anak regular pada umumnya. Oleh karena beratnya dan banyaknya kelainan yang dimiliki oleh anak-anak tunaganda, maka tidak ada perilaku-perilaku khusus yang berlaku umum bagi semua anak yang tergolong tunaganda. Setiap anak mempunyai perbedaan dalam hal fisik, intelektual dan ciri-ciri sosial, serta masing-masing hidup dalam lingkungannya sendiri yang berbeda. Perilaku-perilaku yang sering tampak adalah sebagai berikut:
1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. Hampir semua anak yang tergolong tunaganda memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam mengekspresikan atau mengerti orang lain. Banyak diantara mereka yang tidak dapat bicara atau apabila ada komunikasi mereka tidak dapat memberikan respon. Ini menyebabkan pelayanan pendidikan atau interaksi sosial menjadi sulit sekali. Anak-anak semacam ini tidak dapat melakukan tugas walaupun tugas yang paling sederhana sekalipun.
2. Perkembangan motorik dan fisik yang terbelakang. Sebagian besar anak tunaganda mempunyai keterbatasan dalam mobilitas fisik. Banyak yang tidak dapat berjalan, bahkan untuk duduk dengan sendiri . Mereka berpenampilan lamban dalam meraih benda-benda atau dalam mempertahankan kepalanya agar tetap tegak dan seringkali mereka hanya berbaring di atas tempat tidur.
3. Mereka seringkali mempunyai perilaku yang aneh dan tidak bertujuan, misalnya menggosok-gosokkan jarinya ke wajah, melukai diri (misalnya membenturkan kepala, mencabuti rambut dan sebagainya) dan karena seringnya, kejadian ini sangat mengganggu pengajaran atau interaksi sosialnya.
4. Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. Sering kali mereka tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka sendiri seperti makan, berpakaian, mengontrol dalam hal buang air kecil, dan kebersihan diri sendiri. Ini memerlukan latihan-latihan khusus dalam mempelajari keterampilan-keterampilan dasar ini.
5. Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. Secara umum, anak-anak yang sehat dan anak-anak yang tergolong cacat senang akan bermain dengan anak-anak yang lain, berinteraksi dengan orang dewasa, dan ada usaha mencari informasi mengenai dunia sekitarnya. Namun demikian, anak-anak yang tergolong tunaganda tampaknya sangat jauh dari dunia kenyataan dan tidak memperlihatkan emosi-emosi manusia yang normal. Sangat sukar untuk menimbulkan perhatian pada anak-anak yang tergolong tunaganda atau untuk menimbulkan respon-respon yang dapat diobservasi (Heward & Orlansky, 1988,p:372 ). Di balik keterbatasan-keterbatasan di atas, sebenarnya anak-anak tunaganda juga mempunyai ciri-ciri positif yang cukup banyak, seperti kondisi yang ramah dan hangat, keras hati, ketetapan hati, rasa humor, dan suka bergaul. Banyak guru yang memperoleh kepuasan dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak.
6. Kecenderungan lupa akan keterampilan-keterampilan yang sudah dikuasai.
Misalnya anak yang mengalami gangguan mutiple handicaps yang sudah bisa untuk mengetahui bagaimana ia memakai bajunyan sendiri memiliki kemungkinan untuk dapat mengingat kembali kemampuannya tersebut.
7. Memiliki masalah dalam menggeneralisasikan keterampilan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
Ketika seorang anak yang multi handicaps dapat merobek kertas di dalam lingkungan kelasnya ataupun teman-teman nya di sekolah, namun ketika ia berada di masyarakat, ia akan cenderung tidak dapat menunjukkan ataupun menampilkan keahliannya tersebut di depan orang banyak.

KLASIFIKASI
Dari sekian banyak kemungkinan kombinasi kelainan, ada beberapa kombinasi yang paling sering muncul dibandingkan kombinasi kelainan-kelainan yang lainnya, yaitu:
1. Tunagrahita dan cerbral palsy
Ada suatu kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa anak-anak cerbral palsy (CP) adalah anak-anak tunagrahita. Apapun penyebabnya, baik karena genetik atau faktor lingkungan sehingga terjadi adanya kerusakan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan rusaknya cerbral cortex sehingga menimbulkan tunagrahita. Namun demikian, hubungan tersebut tidak berlaku secara umum. Sebagai contoh, hasil-hasil penelitian yang dilakukan Holdman dan Freedheim terhadap seribu kasus klinik mediknya, hanya dijumpai 59% dari anak-anak CP yang dites adalah anak-anak tunagrahita (Kirk dan Gallagher, 1988). Hopkins, Bice, dan Colton mendapatkan bahwa 49 % dari 992 anak CP yang dites adalah anak tunagrahita. Sementara itu, Stephen dan Hawks memperkirakan bahwa antara 40-60% dari anak CP adalah anak tunagrahita. Melakukan diagnosis untuk menentukan apakah seorang anak adalah tunagrahita diantara anak-anak CP dengan tes inteligensi yang baku adalah sangat sulit untuk dipercaya. Seringkali kurangnya kemampuan dalam berbicara dan lemahnya kontrol terhadap gerak-gerak spastik pada anak-anak CP memberikan kesan bahwa anak-anak tersebut adalah anak-anak tunagrahita. Pada kenyataannya, sebenarnya hanya sedikit terdapat hubungan langsung antara tingkat gangguan fisik dengan inteligensi pada anak-anak CP. Seorang anak yang spastik berat mungkin secara intelektual dapat digolongkan sebagai gifted dan anak lainnya yang mempunyai gangguan fisik ringan dapat digolongkan tunagrahita yang berat. Assesmen mengenai ketunagrahitaan pada anak-anak CP adalah benar-benar sulit dan seringkali akan memakan waktu berbulan-bulan untuk melaksanakannya. Apabila setelah melalui pengajaran yang tepat beberapa waktu lamanya seorang anak relatif tidak memperoleh kemajuan apa-apa, maka diagnosis yang mengatakan bahwa anak tersebut mengalami tunagrahita adalah tepat.
2. Kombinasi Tunagrahita dan Tunarungu
Anak-anak tunarungu mengalami berbagai masalah dalam perkembangan bahasa dan komunikasi. Sementara itu, anak-anak tunagrahita akan mengalami kelambanan dan keterlambatan dalam belajar. Pada anak tunaganda, bisa saja terjadi anak tersebut mengalami tunagrahita yang sekaligus tunarungu. Anak-anak yang demikian, mengalami gangguan pendengaran, memiliki fungsi intelektual di bawah rata-rata dan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungannya. Dengan demikian, adanya kombinasi dari ketiga keadaan tersebut menyebabkan anak-anak tunaganda memerlukan pelayanan yang lebih banyak daripada anak-anak yang mengalami tunagrahita atau tunarungu saja. Diperkirakan bahwa antara 10%-15% anak di sekolah tunagrahita adalah anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran dan dalam persentase yang sama anak-anak di sekolah tunarungu adalah anak-anak tunagrahita.
3. Kombinasi Tunagrahita dan Masalah-masalah Perilaku
Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara tunagrahita dengan gangguan emosional. Anak-anak yang mengalami tunagrahita berat ada kemungkinan besar juga memiliki gangguan emosional. Yang tidak diketahui adalah banyaknya anak secara pasti yang menampakkan kedua kelainan tersebut bersama-sama. Ada gejala-gejala bahwa tunagrahita yang cukup kuat dan nyata yang menyertai atau bersama-sama dengan gangguan emosional cenderung untuk diabaikan atau dikesampingkan. Ini berarti bahwa bagi anak-anak retardasi mental, mereka tidak disarankan untuk memperoleh pelayanan psikoterapi ataupun terapi perilaku, padahal perilaku-perilaku yang aneh pada anak adalah merupakan gejala tunagrahita berat atau yang sangat berat .
4. Gangguan Perilaku Autisme
Autisme adalah suatu istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan perilaku yang aneh atau ganjil dan kelambatan perkembangan sosial dan komunikasi yang berat.(Krik&Gallagher,1986:p 427). Anak yang mengalami autisme sulit melakukan kontak mata dengan orang lain sehingga memberikan kesan tidak peduli terhadap orang di sekitarnya. Kelainan utama pada anak autistik adalah dalam hal komunikasi verbal. Mereka sering mengulang kata-kata (echolalia) dan melakukan perbuatan yang selalu sama, rutin dan dalam pola yang tertentu dan teratur. Apabila kegiatannya tersebut mengalami hambatan atau perubahan, maka mereka akan berperilaku aneh serta berteriak-teriak, berjalan mondar-mandir sambil menendang atau membenturkan kepalanya ke tembok. Kondisi ini juga sering terjadi apabila anak dalam keadaan tegang, senang atau berada di tempat yang asing.(Rini Puspitaningrum,1992:p.4-7).
5. Kombinasi Gangguan Perilaku dan Pendengaran
Memperkirakan secara pasti tentang berapa jumlah anak yang mempunyai gangguan emosional perilaku dan yang sekaligus gangguan pendengaran adalah hal yang sangat sulit. Hal ini sangat bergantung pada kriteria yang digunakan untuk menentukan seberapa besar gangguan emosional dan tingkat keparahan hilangnya pendengaran. Althshuler memperkirakan bahwa antara satu sampai dengan tiga dari 10 anak tunarungu anak anak yang memiliki masalah emosional (Kirk dan Gallagher,1986:p.427). Para ahli yang konsisten memberikan pelayanan kepada anak-anak yang mempunyai gangguan emosional dan yang sekaligus tuli, cenderung memakai klasifikasi kondisi anak-anak itu sebagai kondisi yang ringan, sedang dan berat. Anak-anak yang termasuk kondisi berat telah mereka pindahkan dari sekolah-sekolah untuk anak tunarungu karena guru-guru mereka merasa`tidak mampu menangani perilakunya yang aneh.
6. Kelainan Utama Tunarungu dan Tunanetra
Apabila satu dari dua lelainan utama itu yang menyebabkan anak mengalami gangguan, maka dalam memberikan pelayanan pendidikan, indra yang masih baik kondisinya memperoleh perhatian utama untuk difungsikan. Bagi anak yang tuli, maka saluran penglihatan digunakan untuk membentuk sistem komunikasi berdasarkan isyarat, ejaan jari dan membaca bibir. Bagi anak yang mengalami gangguan penglihatan (buta), maka program pendidikan dikompensasikan melalui alat pendengaran. Akan tetapi apa yang dilakukan apabila kedua alat (pendengaran dan pengilhatan) tersebut rusak? Bagaimana mengajarkan bahasa dan bicara kepada anak yang tidak dapat mendengar dan melihat? Anak buta-tuli adalah seorang anak yang memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran, suatu gabungan yang menyebabkan problema komunikasi dan problema perkembangan pendidikan lainnya yang berat sehingga tidak dapat diberikan program pelayanan pendidikan baik di sekolah yang melayani untuk anak-anak tuli maupun di sekolah yang melayani untuk anak-anak buta. Namun demikian, bukan berarti anak buta-tuli harus dirampas haknya untuk mendapatkan layan pendidikan. Dengan penangan yang baik dan tepat, anak-anak buta-tuli masih bisa dididik dan berhasil. Contoh orang semacam ini adalah Helen Keller. Atas bantuan Anne Sulivan sebagai tutornya yang selalu mendampinginya dengan penuh ketekunan, Keller belajar bicara dan berkomunikasi serta memperoleh prestasi akademik yang tinggi. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar anak yang tergolong tunaganda memiliki lebih dari satu ketidakmampuan. Walaupun dengan metode diagnosis yang paling baik sekalipun, masih sering mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan sifat dan beratnya ketunagandaan yang dialami anak dan menentukan bagaimana kombinasi ketidakmampuan itu berpengaruh terhadap perilaku anak. Misalnya, banyak anak yang tergolong tunaganda tidak merespon terhadap rangsangan pada saat diobservasi, seperti terhadap cahaya yang terang atau terhadap benda-benda yang berat. Sulit ditentukan apakah anak tersebut mempunyai gangguan penglihatan ataukah ia dapat melihat tetapi tidak mampu merespon karena adanya kerusakan pada otak? Seringkali pertanyaan semacam ini timbul dalam merencanakan program pendidikan bagi anak-anak yang tergolong tunaganda dalam semua tipe. Cara apakah yang paling sesuai untuk mengajar bahasa kepada anak tunarungu yang disertai cacat berat lain atau bagaimanakah membantu anak yang tidak dapat berjalan dan tidak dapat belajar menampilkan perilaku sosial untuk mengajarkan bagaimana berpenampilan yang sesuai di depan umum adalah segudang problema yang menantang untuk dicarikan solusinya. Anak-anak yang tergolong tunaganda seringkali memiliki kombinasi-kombinasi ketidakmampuan yang tampak nyata maupun yang tidak begitu nyata dan keduanya memerlukan penambahan-penambahan atau penyesuaian-penyesuaian khusus dalam pendidikan mereka. Melalui program pengajaran yang sesuaiakan memungkinkan mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, bermakna, dan memuaskan pribadinya.

Penyebab Anak Tunaganda
Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat sebelum kelainan, saat kelahiran, dan atau setelah kelahiran.
1. Faktor Prenatal :
Ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan. Ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu. Kekurangan gizi ibu yang sedang mengadung. Serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan alcohol.
2. Faktor Natal :
Kelahiran premature, kekurangan oksigen pada saat kelahiran,luka pada otak saat kelahiran.
3. Faktor natal :
Kepala mengalami kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau siksaan.
4. Nutrisi yang salah :
Anak tidak dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama,sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau encephalities).

Prevalensia Anak Tunaganda
Mengingat belum ada defininsi yang dapat diterima secara umum tentang anak tunaganda, maka tidak ada gambaran yang akurat tentang prevalensi anak tunaganda. jika menggunakan analog di Amerika Serikat, maka jumlah anak tunaganda berkisar sekitar 0,05% sampai dengan 0,1% dari populasi usia sebaya. Berdasarkan asumsi bahwa jumlah anak tunaganda di Indonesia proporsinya sama dengan yang di Amerika Serikat, maka jumlah anak anak usia sekolah di Indonesia yang sekitar 60 juta orang, maka anak tunaganda Indonesia sekitar 99.000 anak sampai 110.000 anak.

Layanan Pendidikan Anak Tuna Ganda
Pada masa lalu,tunaganda secara rutin dipisahkan dari sekolah regular,bahkan sekolah khusus.Namun sejak tahun 80-an layanan pendidikan bagi anak tunaganda semakin mendapat perhatian di tengah-tengah masyarakat, dengan mendirikan sekolah-sekolah khusus. Demikian juga program-program pendidikan bagi anak tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin.Setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meningkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,Maka program seharusnya mengakses empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini di mungkinkan dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya: ekspresi pilihan, komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerja sama dengan guru-guru kelas,guru-guru khusus dan orangtua,karena perlajuan yang lebih cocok untuk mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah keterampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya. Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yang penting.menghadirkan sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yang sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yang lebih positif.

Sumber: Santrock, J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group
http://ugiw.blogspot.com/2011/01/pendidikan-anak-tuna-ganda.html
www. blog SLB Kartini Batam.com

Jumat, 04 Mei 2012

TUGAS PSIKOLOGI UMUM II: EMOTION

Emosi adalah kondisi intenal untuk merespon suatu stimulus dengan perasaan negatif atau positif dan menyebabkan adanya perubahan. Ada tiga teori emosi yaitu: 
1. James-Lange Theory
James Lange menyebutkan bahwa emosi terjadi diawali dengan adanya perubahan fisiologis terlebih dahulu. Jadi menurutnya jika seseorang ingin merasakan emosi bahagia, dia harus tertawa terlebih dahulu.

2. Cannon-Bard Theory
Cannon Bard menyebutkan bahwa emosi muncul terlebih dahulu, lalu setelah itu muncul lah perubahan fisiologis yang diakibatkan oleh emosi tersebut. Jadi menurutnya seseorang akan tertawa jika dia merasa bahagia.

3. Cognitive Theory
Menurut Cognitive theory, ada 2 step dalam mengekspresikan emosi yaitu a) menginterpretasi stimulus terlebih dahulu, b) menginterpretasi reaksi fisiologis yang muncul.

Nah, contoh kasus kali ini saya alami ketika saya mendapatkan pesan singkat ke HP saya dari nomor yang tidak saya kenal. Saat itu saya bertanya dia siapa dan dapat nomor saya dari mana. Setelah dia menyebutkan namanya, ternyata dia orang yang tidak saya suka dan selanjutnya saya tidak membalas pesannya lagi karena saya punya kesan yang tidak menyenangkan terhadapnya.

Berdasarkan pengalaman saya diatas, saya mengekspresikan emosi berdasarkan teori kognitf yaitu pertama-tama saya lihat dulu siapa yang mengirim pesan itu dan setelah itu saya interpretasi reaksi fisiologis saya dengan tidak membalas pesannya karena dia orang yang tidak saya sukai.

TUGAS PSIKOLOGI UMUM II: MOTIVATION

Sekitar dua bulan yang lalu, saya pergi berlibur bersama keluarga ke salah satu tempat wisata di Berastagi yaitu Mickey Holiday. Saya sangat tertarik mencoba semua wahana yang disediakan di tempat tersebut. Untuk permulaan saya mencoba wahana-wahana yang tidak terlalu membutuhkan adrenalin yang besar supaya nantinya sanggup untuk mencoba wahana yang lebih ekstrem. Nah, saat saya mencoba salah satu wahana yang paling ekstrem di tempat itu yaitu wahana T-REX, saya cukup deg-degan. Waktu saya lihat orang-orang yang sedang menaiki wahana tersebut, saya sangat takut dan cemas karena saya lihat mereka semua berteriak dan histeris saat berada diatas wahana itu. Tiba lah saatnya giliran saya dan kakak saya yang naik, jantung saya sangat berdebar kencang karena takutnya. Saat berada diatas saya berteriak dan ingin permainan itu cepat selesai karena saya akui wahana ini sangat mengerikan dan bikin mual. Tetapi setelah selesai saya sangat lega dan senang sudah mencobanya. Karena rasa lega tersebut telah menutupi rasa takut saya sebelumnya, saya ingin mencobanya lagi kalau suatu saat saya berlibur ke tempat itu lagi.

Pembahasan: 
Motivasi adalah kondisi internal yang mengarahkan kita untuk berpikir dan melakukan suatu hal atau bertindak. Banyak teori yang membahas tentang motivasi tetapi dari kasus saya diatas, saya akan mengaitkannya dengan Solomon’s Opponent-Process Theory Of Motivation. Teori ini akan membantu kita menjawab pertanyaan kenapa sih banyak orang yang bertahan atau masih mau melakukan kegiatan yang membahayakan dirinya sendiri? Nah, opponent theory of motivation ini adalah teori yang membahas tentang bagaimana kita mempelajari motivasi baru berdasarkan 2 reaksi emosi berbeda yang kita ungkapkan. Berdasarkan pengalaman saya diatas, opponent process theory ini berlaku dimana ada 2 reaksi yang saya ungkapkan. Reaksi I sebagai reaksi takut dan cemas, Reaksi II sebagai reaksi senang dan lega setelah menaiki wahana T-REX tersebut. Reaksi I ini merupakan reaksi negatif yang saya timbulkan dan Reaksi II merupakan reaksi positifnya. Karena reaksi II akan cenderung lebih bertahan lama dari reaksi I sehingga dapat menutupi perasaan negatif yang saya rasakan jadi saya cenderung akan mengulangi tindakan tersebut.

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:

1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
  • Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
  • Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
  • Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
  • Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
  • Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.

2. Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
  • Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
  • Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
  • Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
  • Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.

3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
  • Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
  • Strategi kooperatif
  • Strategi modifikasi tingkah laku

4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
  • Pendidikan integrasi (terpadu)
  • Pendidikan segresi (terpisah)
  • Penataan lingkungan belajar

5. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
  • Model biogenetic
  • Model behavioral/tingkah laku
  • Model psikodinamika
  • Model ekologis

6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
  • Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
  • Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
  • Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.

7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.